VENOM SENGAT BERACUN KALAJENGKING FAMILI THELYPHONIDAE
VENOM SENGAT BERACUN KALAJENGKING FAMILI THELYPHONIDAE
Depertemen Keilmiahan. Divisi Keilmuan
Unit Penelitian Ilmiah Fakultas Biologi Universitas
Jenderal Soedirman
UPI FABIO UNSOED
UPI PEDIA LITERATUR
Kalajengking adalah predator atau pemangsa generalis pemakan
serangga, laba-laba, kecoa dan binatang kecil lainnya. Kalajengking sebagai penghuni
lingkungan urban yang mempu beradaptasi terhadap faktor perubahan lingkungan dan
sebagai salah satu komponen keseimbangan ekosistem dalam jaringan makanan, sehingga
keberadaannya membantu mengontrol populasi binatang pengganggu (Cormick and
Polis, 1990). Keanekaragaman kalajengking paling tinggi di daerah gurun namun beberapa
spesies kalajengking juga dapat hidup pada kondisi terrestrial lainnya kecuali
tundra dan beberapa puncak pegunungan yang sangat tinggi. Beberapa kalajengking
juga ditemukan di gua-gua, di pantai intertidal, dan lainnya (Polis 1990).
Kalajengking sebagai antropoda yang ditakuti oleh
manusia karena racun pada sengatan ekornya yang dapat menimbulkan gejala sakit
pada tubuh manusia. Kalajengking memiliki tubuh yang panjang dan ekor beruas
yang memiliki ujung penyengat beracun. Kakinya terdiri atas empat pasang dan
sepasang pedipalpi dengan bentuk seperti pinset diujung yang digunakan untuk
menangkap mangsa. Adapun kalajengking memiliki tubuh yang memanjang dan agak
gepeng, dengan ekor beruas yang ramping, memiliki Panjang sekitar 80 mm sampai
150 mm lebih. Kalajengking termasuk hewan
pemangsa yang aktif pada malam hari. Berikut Klasifikasi dari kalajengking (Robinson, WH.2005).
Klasifikasi famili Thelyphnoidae menurut Borror, dkk
(1992)
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Arachnida
Ordo :
Uropygi
Famili :
Thelyphnoidae
Morfologi dari kalajengking yaitu memiliki mulut yang
disebut khelisera, sepasang pedipalpi, dan empat pasang tungkai. Pedipalpi seperti
capit yang digunakan untuk menangkap mangsa dan alat pertahanan, tetapi juga
dilengkapi dengan berbagai tipe sensor. Tubuhnya dibagi menjadi dua bagian yaitu
sefalotoraks dan abdomen. Sefalotoraks ditutup oleh karapaks atau pelindung
kepala yang biasanya mempunyai sepasang mata median dan 2-5 pasang mata lateral
di depan ujung. Beberapa kalajengking yang hidup di guwa tidak memiliki mata. Abdomen
terdiri dari 12 ruas yang jelas dan lima ruas terakhir membentuk rua metasoma
yang kebanyakan orang menyebutnya dengan ekor. Ujung abdomen disebut dengan
telson, yang bentuknya bulat mengandung kelenjar racun (venom). Alat
penyengat berbentuk lancip tempat mengalirkan venom. Pada bagian ventral,
kalajengking mempunyai sepasang organ sensoris yang bentuknya seperti sisir
unik disebut pektin. Pektin ini biasanya lebih besar dan mempunyai gigi lebih
banyak pada yang jantan dan digunakan sebagai sensor terhadap permukaan tekstur
dan vibrasi. Pektin juga bekerja sebagai kemoreseptor (sensor kimia) untuk
mendeteksi feromon (komunikasi kimia) (Mallis, 1983).
Kalajengking tergolong hewan nocturnal dan diurnal
yang merupakan predator pemakan serangga, laba-laba, kelabang dsb. Kalajengking
memiliki pedipalpi mempunyai susunan rambut sensor halus yang dapat merasakan
vibrasi dari tanah dan udara, dan sensitive terhadap sentuhan langsung.
Kalajengking memiliki vekom yang digunakan untuk pertahanan dan mendapatkan mangsa.
Kalajengking memiliki tingkah perilaku yang unik saat perkawinan, Jantan
mengunakan pedipalpi untuk mencengkram betina dan melakukan tarian percumbuan. Sperma
jantan masuk kedalam spermatofor yang nantinya dapat diambil oleh betina. Betina
kalajengking memiliki masa kehamilan sampai beberapa bulan bahakan ada yang
satu tahun. Setelah melahirkan seluruh anaknya akan naik diatas punggung
ibunya. Kalajengking dapat melahirkan 25-35 ekor (Goddard, 1996).
Venom
kalajengking digunakan untuk menangkap mangsa, proses pertahanan diri dan untuk
proses perkawinan. Semua kalajengking mempunyai venom dan dapat menyengat,
tetapi secara alamiah kalajengking cenderung bersembunyi atau melarikan diri.
Kalajengking dapat mengendalikan aliran venom, oleh karena itu pada beberapa
kasus sengatan tidak mengeluarkan racun atau hanya menimbulkan keracunan
ringan. Racun kalajengking adalah campuran kompleks dari neurotoksin atau racun
syaraf dan bahan lainnya.
Di
Amerika Serikat diketahui hanya jenis yang dianggap berbahaya bagi manusia,
yaitu . Centruroides exilicauda dan sekitar 25 jenis lain diketahui
menghasilkan racun berpotensi merugikan manusia, tersebar di seluruh dunia.
Adapun kalajengking berbahaya di Afrka Utara dan Timur Tengah adalah genus
Androctonus, Buthus, Hottentotta, Leiurus), Amerika Selatan (Tityus), India
(Mesobuthus), and Mexico (Centruroides). Di beberapa daerah ini, sengatan
kalajengking dapat menyebabkan kematian, tetapi data realistis tidak tersedia.
Beberapa studi menduga angka kematian pada kasus-kasus di rumah sakit sekitar 4%
pada anak-anak yang lebih rentan daripada yang lebih tua. Bila terjadi kematian
akibat sengatan ini umunya disebabkan oleh kegagalan jantung dan pernafasan
beberapa jam setelah kematian. Selama tahun 1980 di Meksiko terjadi kematian
rata-rata 800 orang per tahun. Namun demikian, dalam 20 tahun terakhir di
Amerika Serikat tidak ada laporan kematian akibat sengatan kalajengking,
demikian pula di Indonesia tidak pernah terdengar (Smith, R.L, 1982).
Venom
pada kalajengking walupun berbahaya dan memiliki racun namun diduga racun
kalajengking berasal dari campuran
dari berbagai peptida termasuk beberapa enzim seperti hyaluronidases,
phospholipases, sphinhhomyelinases dan enzim proteolitik. Penggunaan racun
kalajengking untuk kesehatan sudah digunakan oleh sebagian masyarakat di
berbagai negara, termasuk di daerah Asia. Natural antimicrobial peptides (AMPs) dtemukan pada racun
kalajengking dan ternyata menyimpan banyak manfaat untuk kesehatan. Senyawa
AMPs ini memiliki manfaat yang baik dalam membasmi bakteri, virus, jamur dan
parasit. Bahkan,
salah satu manfaat dari racun kalajengking ini adalah berkontribusi terhadap
infeksi HIV. Namun, manfaat ini masih terus diteliti, sehingga pengobatan
menggunakan racun kalajengking belum digunakan secara luas.
selain venom, kalajengking juga memiliki keunikan sendiri yaitu tubuhnya dapat
memancarkan cahaya yang apabila tersinari sinar ultraviolet (UV) yaitu sinar biru
dan hijau (Mullen, GR
& SA Stockwell. 2002).
Kesimpulannya
bahwa venom sengat kalajengking walupun berbahaya dan beracun yang banyak
ditakuti manusia, tetapi venom kalajengking diduga memiliki manfaat seperti
dapat mengobati penyakit kanker dan HIV karena memiliki kandungan natural
antimicrobial peptides pada venom kalajengking. Namun masih harus dilakukan penelitian
lebih lanjut.
DAFTAR
REFERENSI
Cormick, SJ
and GA Polis. 1990. Prey, Predators and Parasites. In Polis GA (ed). 1990. Biology
of Scorpions. Standford University Pres. California.
Goddard, J. 1996. Physician’s Guide to Arthropods of
Medical Importance. 2nd ed. Boca Raton, FL: CRC Press, Inc.
Mallis, A. 1983. Handbook of Pest Control. 6th ed.
Cleveland, OH: Franzak and Foster Co
Mullen, GR & SA Stockwell. 2002. Scorpion
(Scorpiones). Dalam Gary Mullen & Lance Durden. Medical and Veterinary
Entomology. Academic Press. New York, Tokyo.
Polis, GA.
1990. Ecology. In Polis GA (ed) 1990. Biology of Scorpions. Standford University
Press, California
Robinson,
WH.2005. Handbook of Urban Insects and Arachnids. Cambridge University Press.
New YORK.
Smith, R. L. 1982. Venomous Animals of Arizona. Tucson:
Univ. Arizona, College of Agriculture, Bulletin 8245
Komentar
Posting Komentar